Bismillah
… kembali ke rutinitas mingguan – blog. Ini minggu ketujuh. By the way, aku
suka angka 7 :D - karena itu, tulisan yang akan kucairkan dalam kepala ini
mengundang suatu hal seputar tentang
kegemaranku. Aku menggemari Dia …
Hal
pertama yang kerap kali kupertanyakan, yang terus menggantung dalam pikiran ini
… adalah tentang usia. Usiaku 18 tahun, masih berseragam putih abu-abu
beraksesoris topi dan dasi – tahu apa soal cinta? Namun … hal inilah yang
menjadi kendala dalam diriku. Ketika aku jatuh cinta, aku jatuh terlalu dalam.
Padahal aku masih 18. Banyak hal aku upayakan demi tercapainya sebuah asimtot
seakan tidak ada hari esok, aku totalitas. Sembari menuntaskan semua tanggung
jawab dalam putih abu-abu ini, aku diam-diam ingin menuntaskan yang lain … Dia.
Kerap
kali, kudengar lirih nada-nada yang sangat menyentuhku ketika mataku tak sedang
berada dekat dengan cahaya yang membuatnya damai. Nada yang membuatku merasa
dekat dengannya walau aku sedang tak dengannya.
Kuhitung detik waktu, memikirkan kamu …
tiada habisnya ~
Kau di detak jantungku di setiap nafasku …
tiada gantinya ~
Kau segalanya … yang bermakna ~
I just wanna hold you … I just wanna kiss
you ~
I just wanna love you all my life ~
I normally wouldn’t say this … I just can’t
contain it ~
I want you forever right here by my side ~
All the fears you feel inside … And all
the tears you’ve cried ~
They’re ending right here ~
I’ll heal your hardened soul … I’ll keep
you oh so close ~
Don’t worry I’ll never let you go ~
You’re all I need … you’re everything ~
I just wanna hold you … I just wanna kiss
you ~
I just wanna love you all my life ~
I normally wouldn’t say this … I just can’t
contain it ~
I want you forever right here by my side ~
Siapa yang kan menyangka … aku
tergila-gila ~
Dengarlah sekali lagi .. “I Love You” ~
-
“By my
side” -
‘Dalam’
bersamaku, setiap lirih dari alunan irama memenuhiku, kenangan dengan dia
memenuhi ruang dalam kalbu.
Haaa ….
Kenangan ... dia bisa menjadi bunga kehidupan yang indah jika kenangan itu
diselesaikan, Happy ending lebih tepatnya. Namun akan sangat merenggut bahagia
dalam relung jika itu hanya sebuah … ‘kenangan’ .. yang jika diceritakan
kembali hanya membuka luka belaka. Banyaknya kenangan akan berbanding lurus
dengan banyaknya kebahagiaan, begitu juga akan berbanding lurus dengan
banyaknya kesedihan yang hanya berakhir menjadi air mata semata. Aku sedang
berupaya dan terus berusaha agar kenangan itu tidak seutuhnya menjadi tetes
demi tetes air mata, aku ingin memekarkan bunga kehidupan itu hingga tidak ada
satu kelopakpun yang jatuh dari mahkota kebahagiaan.
Telah
berwaktu-waktu aku tempuh bersama perasaan ini. Semestaku kepadanya. Ketika
waktu beresolusi kepadaku dan kepada dia, dunia begitu lembut kupijaki. Dia
semesta dalam arti yang bermakna … segalanya yang bermakna. Ketika bersamanya,
aku merasa lengkap. Tidak ada yang perlu aku cemaskan karena aku bersama
semesta … Dia. Bahkan ketika aku berada dalam hari terburukku pun, yang aku
butuhkan hanya berada dekat dengan dia, aku begitu bahagia dia terlahir. Aku
tenggelam di dalam dirinya.
Namun …
waktu perlahan semakin mendekatiku untuk berada jauh darinya. Sebentar lagi aku
tidak bisa semudah ini jika ingin berada dekat dengannya, di tempat biasa aku
dan dia saling bertukar tatap dalam fantasi semesta. Hanya dengan menempuh
jarak 3 km di pagi hari setiap resolusi, aku bisa dengan mudah dapat menemukan
kebahagiaan yang terletak tepat dalam bola matanya, tempatku biasa menemukan
segala definisi dari kata ‘indah’. Sayang … keindahan itu sebentar lagi akan sulit
aku temui. Aku ingin menyanggah waktu. Waktu itu yang tidak aku tunggu namun
akan tetap berlalu pelan … menerima realita ini membuatku sakit secara perlahan.
Aku hanya belum siap merelakan waktu. Aku ingin menjaga semua yang kami bangun
sampai saat ini.
Kemudian,
aku sadar … Kenyataan adalah kenyataan, menyanggahnya hanya membuang kesempatan
untuk berbuat. Siap tidak siap aku harus bersedia untuk siap, bersedia menerima
dan terus berupaya dalam realita. Aku sungguh-sungguh. Ketika aku tau waktu
terus mendekatiku untuk berada jauh darinya, mengapa aku tidak berhenti ?
berhenti untuk menyayanginya agar sakit ini berhenti sampai di sini saja? Mengapa
aku tetap bersikukuh untuk bertahan, padahal ada banyak kelopak airmata berjatuhan
dari mahkota harapan ? Mengapa aku harus selama ini menunggunya siap untuk
menjadi lebih padahal sudah setahun kemarin aku berupaya namun tidak jua
berhasil ? mengapa aku sulit menyerah atasnya padahal masih banyak oranglain di
luar sana yang melebihi dirinya ? mengapa langkahku hanya pada dirinya semata
sementara aku bisa untuk melangkah melanglang buana dari semestaku bersamanya ?
Dan mengapa-mengapa
yang lain silih berganti menghampiriku …
Sulit …
Ya semua ini semakin melenggu, Liku-liku
yang tak menentu, semesta yang perlahan merapuh, kelopak demi kelopak jatuh,
air mata mengalir melulu dalam kalbu. Harapan yang hanya menjadi bayang-bayang di setiap hela nafas, tanda kepasrahan mulai
mendekatiku.
Aku tidak
tahu alasan yang tepat mengapa aku sampai sejauh ini untuknya, mengapa aku
tetap bertahan sampai di titik ini, mengapa aku tetap menyayanginya meski dalam
waktu selama ini aku menunggunya untuk siap menjadi lebih, mengapa aku tetap
bersikukuh mempertahankannya dan mengapa-mengapa yang lain tidak aku lakukan.
Akupun tidak tahu apa yang istimewa dengan dia, akupun tidak tahu harus
berharap apa kepada dirinya yang hanya begitu-begitu saja … aku juga tidak tahu
mengapa aku mencintainya sedalam ini.
Hanya
saja … aku bahagia bersamanya. Hanya kalimat klise itu yang kupunya untuk
meleburkan segala yang menggantung dalam pikiran. Dia tak pernah gagal membuatku
jatuh hati. Ketika aku hanya memikirkannya saja tanpa harus bertemu tatap
dengannya, maka aku akan jatuh hati pada setiap resolusi yang sama. Aku begitu
ingin mempertahankannya, aku begitu ingin berhasil bersamanya. Semesta ini
sungguhlah indah. Bahkan berpikir untuk berhenti atasnya, aku tak sanggup.
Tidak terpikir olehku untuk berhenti atas ini semua.
Ketika
bibirku bilang “aku tidak peduli”, hatiku bilang negasi dari itu. ~(aku tidak
peduli) = aku sungguh peduli.
Ketika
bibirku bilang “aku tidak sayang”, hati bilang negasi dari itu. ~(aku tidak
sayang) = aku sungguh menyayanginya lahir batin.
Sudah
terlanjur … aku telah meninggalkan hati yang telah terlanjur jatuh tenggelam
terlalu dalam kepadanya. Aku begitu bersyukur dia memenuhiku. Aku ingin menjadi
laki-laki yang paling baik untuknya. Aku selalu mengharapkannya … sebagai salah
satu langkah yang akan kutempuh.
Note :
Maafkan aku yang seperti ini, aku yang sulit menyerah atasmu. Bukan soal
mencari siapa yang salah, aku yang menaruh posisiku di sini, aku yang meluluh
tiap mataku melihatmu, aku yang memulai semuanya kepadamu.
#Pernahkah
kau mencari alasan ..mengapa kau merasa nyaman di dalam rumahmu sendiri ?
Rumahku istanaku. Hal serupa terjadi kepadaku … Dia semestaku.